Tuesday 28 July 2015

Izinkan Anak-Anak Menjadi Diri Mereka Sendiri

Hai!
Bertemu lagi dengan Mizan Executive Forum, waktunya untuk berbagi hal-hal yang inspiratif dan mencerahkan. MEF Bulan Juli 2015 ini diadakan tanggal 28 kemarin, dan pembicaranya adalah Pak Munif Chatib. Beliau adalah aktivis di dunia pendidikan dan penulis buku-buku laris tentang pendidikan anak-anak. Beliau juga aktif mendukung gerakan Indonesia Mengajar, bersama Pak Anies Baswedan. Tahun ini, Pak Munif mendirikan sekolah yang diberi nama School of Human di Cibubur.

Dalam MEF kali ini, Pak Munif ingin berbagi kisah putri semata wayangnya, Bella, yang telah beliau tuangkan ke dalam novel berjudul Bella: Sekolah Tak Perlu Air Mata.
Sumber: koleksi foto Divisi MarComm Mizan

Kisah Putri Tersayang

Sewaktu melahirkan Bella, istri Pak Munif mengalami berbagai cobaan. Utamanya adalah ari-ari yang menempel ke dinding rahim, membuat proses kelahiran menjadi sulit, dan setelahnya terjadi pendarahan untuk waktu yang lama. Dokter pun menjelaskan bahwa untuk ke depannya, sebaiknya tidak mengandung lagi, khawatir rahimnya akan bermasalah lagi. Pak Munif berkata, "Tidak apa-apa kita hanya punya satu anak. Mari kita jaga sebaik-baiknya."

Bella tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, tapi Pak Munif kemudian memperhatikan ada sesuatu yang tidak biasa dalam dirinya. Bella mengalami kesulitan berbicara. Ketika anak-anak seumurannya sudah banyak mengoceh, Bella hanya mengucapkan "mama" dan "baba." Pak Munif berkonsultasi dengan psikiater, dan diminta untuk kembali bersabar, karena Bella ternyata disleksia... dia akan mengalami kesulitan membaca. Mencari TK dan SD untuk Bella menjadi sebuah tantangan tersendiri, karena kebanyakan sekolah memberi tes calistung (baca tulis hitung) sebelum penerimaan murid. Untungnya, mereka menemukan sekolah yang ramah. Dan untungnya lagi, Bella pandai berhitung.

Namun, sewaktu kelas 4 SD, suatu hari Bella pulang ke rumah sambil menangis. Ulangan matematikanya mendapat nilai 4, dan karena itu nilai terendah di kelas, Bella disebut sebagai anak terbodoh di kelas. Pak Munif heran, karena biasanya Bella amat pandai matematika. Usut punya usut, soal ulangannya terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berisi dua puluh pertanyaan singkat (seperti 5 + 3, 7-2, dst.) dan bagian kedua berisi satu pertanyaan cerita. Bella sama sekali tidak mengisi bagian pertama dan hanya mengisi bagian kedua dengan benar. Pak Munif pun bertanya kenapa Bella tidak mengisi bagian pertama, padahal soalnya mudah-mudah dan pasti Bella bisa mengerjakannya dengan benar. Bella bilang, "Tapi bagian satu isinya jawaban semua, Baba, tidak ada pertanyaannya." Ternyata menurut logika Bella, 5 + 3 itu sudah merupakan jawaban. Dia tahu itu jumlahnya 8, tapi menurutnya tidak perlu dituliskan lagi.

Sayangnya, peristiwa dikata-katai bodoh oleh gurunya itu menimbulkan luka mendalam pada diri Bella, dan sejak saat itu dia trauma dengan matematika. Setiap kali menghadapi matematika, dia akan sakit... demam hingga kejang-kejang dan harus masuk rumah sakit. Ketika menghadapi ujian nasional SD matematika, bahkan kepala sekolahnya pun mulas karena mengkhawatirkan Bella. Syukurnya, Bella berhasil lulus ujian matematika dengan nilai bagus. Dia bilang itu berkat pertolongan Allah, karena semua jawaban yang dia isi adalah hasil hitung kancing...

Setelah lulus SD, Bella masih harus menghadapi kengerian matematika pada masa SMP. Hingga pada akhirnya dia berhasil lulus ujian nasional matematika SMP berkat pertolongan pak satpam yang memberikan kunci jawaban. Ketika hendak melanjutkan sekolah ke SMA, Pak Munif bertanya pada Bella, "Apakah kamu mau masuk SMA umum seperti teman-teman lainnya? Apakah kamu sudah siap menghadapi matematika SMA? Sudah siap berhadapan dengan X, Y, limit, dan kawan-kawan?" Bella menggeleng, tidak mau. Maka mereka pun mencari sekolah yang sesuai dengan bakat dan minat Bella. Sekolah itu adalah SMK Desain Komunikasi Visual.

SMK DKV yang didatangi Pak Munif dan Bella saat itu ruang kelasnya masih menumpang di sebuah masjid. Tapi ketika melihat kurikulumnya, Bella sangat senang, karena mata pelajarannya semua yang dia suka. Memang ada matematika, tapi matematika dasar. Bella pun masuk ke sekolah ini, yang keseluruhan muridnya hanya enam orang. Di sini bakat Bella terasah dan makin bersinar. Dia sering mengikuti dan memenangkan lomba desain. Salah satunya adalah lomba desain ikon Kota Surabaya.

Saat ini, Bella sudah kuliah semester tiga di jurusan fashion design. Dia bahagia, dan berprestasi.

Izinkan Anak-Anak Menjadi Diri Mereka Sendiri

Terkadang, orang tua ingin menumpahkan semua pengetahuan yang mereka miliki ke kepala anak mereka. Lebih jauh lagi, mereka ingin sang anak memiliki bakat dan minat yang sama dengan mereka, ingin sang anak menjadi sama dengan mereka. Terkadang, orang tua lupa bahwa anak adalah individu yang berbeda dengan mereka.

Pak Munif bercerita, pada sebuah acara di Surabaya, dia menanyakan sebuah pertanyaan sederhana kepada enam orang teman yang semuanya sudah lulus S3. Pertanyaannya: Anda ingin anak Anda menjadi apa? Keenam orang tersebut menjawab panjang lebar, sembari memberi keterangan bahwa anaknya juga mengikuti kursus ini itu. Di rumah, Pak Munif kemudian menanyakan pertanyaan yang sama kepada asisten rumah tangga. Dan sang asisten, yang bernama Bi Nih, menjawab "Ali (nama anaknya) ingin menjadi apa, ya terserah Ali. Saya mendukung saja. Yang penting jangan lupa shalat dan hormat sama orang tua." Intinya begitu. Pak Munif pun mengirimkan email kepada keenam temannya, menyampaikan jawaban Bi Nih tersebut, disertai penggalan puisi karya Kahlil Gibran.

Anakmu bukanlah milikmu
Mereka adalah anak zaman yang merindukan dirinya sendiri
Mereka lahir ke bumi melalui dirimu tapi mereka bukan berasal darimu
Mereka hidup bersamamu tapi mereka bukan milikmu

Pada mereka kau dapat memberikan cintamu
Tapi kau tak dapat memberikan pikiranmu pada mereka
Karena mereka mempunyai alam pikiran sendiri

Kau dapat membangun rumah bagi raganya
Tapi tidak bagi jiwanya
Karena jiwanya bermukim di rumah masa depan
Yang tak pernah bisa kau kunjungi meski dalam mimpi-mimpimu

Kau boleh saja berusaha menyerupai mereka
Tapi jangan pernah coba menjadikan mereka seperi dirimu
Karena hidup tak akan berputar ke belakang
Dan tak akan terbenam ke masa silam

Keenam temannya segera menjawab email tersebut, mereka menyebut astaghfirullah dan berterima kasih karena sudah diingatkan.

Bakat dan Minat Anak

Nah, bagaimana cara mengizinkan dan mendukung anak untuk menjadi dirinya sendiri? Pertama-tama, orang tua harus mengenali bakat dan minat anak. Kedua hal ini serupa tapi tak sama. Bakat adalah sesuatu yang diberikan Allah, sifatnya internal, berada dalam diri anak itu sendiri. Sedangkan minat adalah sesuatu yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, sifatnya eksternal. Bakat dan minat harus ada dan dipupuk dalam diri anak agar dapat meraih kesuksesan.

Saat ini, ada banyak orang yang bekerja di bidang yang tidak sesuai dengan bakat dan minatnya. Kata Pak Munif, dulu beliau pun seperti itu. Beliau lulusan hukum, dan sempat menjadi pengacara. Tapi beliau merasa tidak nyaman di bidang tersebut, dan ketika beliau diminta mengajar pada suatu kesempatan, beliau merasa, di sinilah seharusnya beliau berada. Hingga saat ini, beliau pun berkecimpung dalam dunia pendidikan.

Pak Munif dan Indonesia Mengajar

Sewaktu hendak merekrut guru-guru Indonesia Mengajar angkatan pertama, Pak Anies Baswedan berkonsultasi dengan Pak Munif, apakah sebaiknya membuka pendaftaran untuk mahasiswa jurusan keguruan umum atau khusus? Pak Munif malah menyarankan untuk membuka pendaftaran bagi semua jurusan. Dan benar saja, dari ribuan pendaftar, hanya 51 orang yang lolos seleksi, dan semuanya bukan dari jurusan keguruan. Pada angkatan berikutnya, dari 73 orang yang lolos seleksi, hanya 3 orang yang dari jurusan keguruan.

Pak Munif bercerita, kebanyakan pendaftar Indonesia Mengajar gagal di tes micro teaching. Tidak jarang, orang-orang yang kemampuan kognitifnya bagus, gemetaran ketika diminta mengajar secara langsung.

Seleksi Guru di Finlandia

Negara Finlandia disebut-sebut sebagai negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia. Institusi yang dipimpin Pak Munif bekerja sama dengan Universitas Finlandia, dan beliau beberapa kali berkunjung ke sana untuk studi banding. Pada suatu kesempatan, Pak Munif menanyakan tentang seleksi guru di Finlandia. Ternyata, di sana yang paling ditekankan adalah faktor sikap, atau akhlak, atau afektif. Sedangkan faktor kognitif baru dilihat belakangan. Ketika seseorang melamar sebagai guru di Finlandia, selain surat lamaran dan berkas akademis, dia juga harus mencantumkan dua orang pemberi rekomendasi. Kepala sekolah kemudian akan menghubungi dua orang tersebut dan menanyakan berbagai hal terkait sikap sang pelamar dalam mengajar. Setelah itu, kepala sekolah akan menghubungi pihak kepolisian dan mengecek apakah sang pelamar pernah melakukan pelanggaran apa pun (termasuk pelanggaran lalu lintas lho, bukan cuma pelanggaran kelas berat). Jika sang pelamar catatan sikapnya bersih, dia akan langsung dipanggil untuk mengajar selama enam bulan, dan selama enam bulan itu, kepala sekolah mengamati cara mengajarnya di kelas.

Pak Munif dan Buku-Bukunya

Sebelum menulis novel Bella, Pak Munif sudah menulis beberapa buku non-fiksi, diantaranya Gurunya Manusia, Orangtuanya Manusia, Sekolahnya Manusia, Kelasnya Manusia, dan Sekolah Anak-Anak Juara. Jadi kalau tertarik untuk mengetahui lebih banyak pandangan Pak Munif tentang anak-anak dan pendidikan, bisa baca buku-bukunya ya.

Novel Bella rencananya akan diluncurkan pada tanggal 15 Agustus 2015. Informasi lebih detail bisa dilihat di Facebook atau Twitter Penerbit Mizan.

Akhir Kata

Apa yang saya tuliskan di sini tidak seratus persen sama dengan apa yang disampaikan Pak Munif di acara MEF kemarin. Ini sekadar poin-poin yang menempel lebih lama di benak saya, barangkali karena menurut saya penting. Usia saya sebagai orangtua masih amat muda, dan masih sangat banyak yang harus dipelajari. Saya sangat bersyukur dapat mendengarkan kisah dan pemikiran Pak Munif Chatib, pastinya ini akan berguna bagi saya menghadapi anak saya. Dan tulisan ini akan menjadi pengingat seandainya nanti saya khilaf.

Pagi ini saya mendapat kabar tidak menyenangkan tentang Pak Munif Chatib. Kemarin, sepulangnya dari acara MEF, kondisi kesehatan Pak Munif memburuk. Beliau diopname di rumah Dokter Fauzi, dan saat ini dirawat di Rumah Sakit Santosa Bandung (kalau tidak salah). Ada penyumbatan di jantungnya, dan hari ini beliau rencananya akan dioperasi untuk pasang ring.

Pak Munif memang orang sibuk yang menghabiskan banyak waktu melakukan perjalanan. Beliau sering berbagi dan memberi manfaat kepada banyak orang. Mungkin beliau terlalu lelah dan kurang memperhatikan kondisi tubuhnya sendiri. Kita doakan saja semoga operasinya lancar dan kesehatan beliau segera pulih. Aamiin.

No comments:

Post a Comment

Silakan tinggalkan pesan jika berkenan :)